Sunday, August 29, 2010

Tarbiyah Mas’ul Dakwah dan Struktur Kepengurusan

Sesungguhnya dakwah memberikan perhatian khusus terhadap tarbiyah para mas’ul, mempersiapkan kemampuan dan kemahiran di bidang yang digelutinya, begitupula dengan persiapan tarbawi. Hal ini merupakan dasar yang akan membantunya dalam menjalankan tugas sesuai dengan kemampuannya.
Berikut beberapa sisi-sisi penting yang sangat diperhatikan dalam tarbiyah para mas’ul:
a. Yang berhubungan langsung dengan diri mas’ul
1. Rasa tanggung jawab yang tinggi seorang mas’ul di hadapan Allah Swt., dan ia akan memikul amanah tersebut di hadapan-Nya.
2. Selalu ikhlas dalam setiap amal, dan menghindari sifat-sifat ujub, angkuh, riya, sum’ah (ingin selalu dipuji), serta selalu berupaya merasakan bahwa ia sangat membutuhkan jamaah ini, dan bukan jamaah yang membutuhkannya.
3. Tidak tergantung dengan kedudukan, sama halnya ia dikedepankan atau dikebelakangkan, serta selalu menguatkan semangat jundiyah (militansi dan kepatuhan terhadap pemimpin).
4. Senantiasa memuhasabah dirinya, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab –semoga Allah meridhainya-.
5. Hendaknya ia memiliki bekal khusus dari ibadah dan ketaatan, yang dengannya ia mendapatkan bekal ruhi, dan menjadikannya sebagai sarana untuk meminta taufik dari Allah, memperbanyak doa, meminta dan menyandarkan diri kepada Allah.
6. Dan hendaknya ia selalu memiliki kekuatan spiritual yang tinggi, semangat yang selalu membara, dan tekad yang kuat.
b. Yang berhubungan dengan tugasnya:
1. Kemurnian yang paripurna, yaitu dengan mengikat setiap anggota tarbiyah dengan jamaah, dan bukan dengan figuritasnya, serta tidak menghalangi siapa saja yang bersamanya dari anggota kelompok dan jamaah.
2. Amanah dalam pengiriman dan penyampaian
3. Mengembangakan potensi dan kemampuan diri, serta berupaya untuk mendapatkan beberapa keahlian yang dibutuhkan.
4. Lebih mengutamakan kerja, dan menjauhkan diri dari cara-cara yang gaduh dan suara yang tinggi, senantiasa tawakkal kepada Allah, mengutamakan hal-hal yang substabsial, sebagaimana lebih baik baginya memiliki buku tanpa judul dari pada memiliki judul tanpa buku.
5. Selalu menggunakan cara-cara musyawarah dan prosedural kerja.
6. Menerima nasehat dari siapapun
7. Memperhatikan adab-adab muhasabah dan evaluasi, dan hendaknya tegas dan mampu mengambil keputusan.
8. Hendaknya ia Menjadi teladan bagi siapa saja yang bersamanya dalam hal ketaatan, kedisiplinan dan dalam berbagai hal.
9. Mampu mengkondisikan suasana, serta menebar iklim kasih, persaudara dan saling memikul beban.
10. Menjaga keadilan dan kesamaan dalam hubungan sosialnya, mampu memperhitungkan dan memutuskan sesuatu secara tepat, serta bersandar pada kebenaran dan bukti.
11. Menerima masukan, permintaan dan evaluasi
c. Yang berhubungan dengan interaksinya dengan anggota tarbiyah
1. Lapang dada, berbaik sangka dan percaya terhadap ikhwah yang lain, karena mereka adalah turut berperan bersamanya untuk memikul tanggungjawab.
2. Memiliki kemahiran tarbiyah dalam menyampaikan taujih (pengarahan) dan materi-materi tarbiyah, karena ia bertanggungjawab terhadap mereka, mengembangkan potensi yang mereka miliki dan pendelegasian yang tepat.
3. Memiliki kemampuan untuk menguasai anggota, menghadapi problematika dan permasalahan-permasalahannya.
4. Mengenal karakter, tipikal dan kondisi setiap anggota
5. Mewujudkan makna-makna Ta’aruf, Tafahum, dan Takaful, dengan makna yang sempurna di antara anggota.
6. Tidak menyembunyikan ilmu, mentransfer pengalaman dan kemampuan kepada orang-orang yang bersamanya, serta bekerja keras dalam mewariskan dakwah dan pembentukan simpatisan dakwah.
7. Saling berhubungan dengan ikhwah yang lain, berinteraksi dengan mereka, dan berada di garda terdepan bersama mereka.
8. Menjaga hubungan dan komunikasi yang baik dengan orang yang lebih senior dan yang junior dari mereka.
Muwashafat tarbawiyah (karakteristik kader tarbiyah) ini tentunya tidak mungkin dilahirkan dalam waktu sehari-semalam, atau dengan mengadakan lompatan-lompatan tertentu, namun hal ini hanya bisa terwujud dengan ketekunan, latihan, dan pengarahan yang berkesinambungan. Kita tidak mengatakan bahwa seorang mas’ul dalam segala sisi telah memiliki dan menyempurnakan karakter-karakter ini, namun paling tidak ada standar minimal untuk kita memulai. Yang kemudian penyempurnaan, latihan dan peningkatan kualitas tarbiyah akan dilanjutkan dengan menggunakan sarana-sarana tarbiyah yang beraneka ragam, dengan tetap mengetahui bahwa jika seorang kader yang hendak diberikan tanggungjawab ternyata memiliki sebuah cela yang bisa merusak, maka kita harus berhenti sejenak sebelum memberikan tanggungjawab tersebut, dan kita tidak boleh meremehkan permasalahan itu, walaupun ia memiliki banyak karakter positif yang lain.
Diantara permasalahan-permasalahan tersebut adalah sebagai berikut: Lemahnya makna jundiyah (militansi dan ketaatan kepada qiyadah), lemahnya kedisiplinan terhadap jamaah dan condong kepada figuritas dan mengikuti pandangan individu dan nafsu, tidak memiliki loyalitas, bergantung dengan kedudukan dan posisi serta tidak siap untuk meninggalkannya jika diminta, keras hati dan kasar terhadap orang lain, bangga terhadap diri sendiri, tidak menerima kritikan dan masukan (terutama dalam hal penyimpangan finansial dan akhlak), dll.
Kepengurusan dalam dakwah kami, tidak terpisah dari tarbiyah dan pembinaan, karena keduanya adalah sebuah kemestian. Praktek kepengurusan pada dasarnya merupakan praktek nilai-nilai tarbiyah dan ia memiliki bentuk dan sarana yang beragam, ia tidak semata mengikuti sebuah manhaj studi atau gagasan yang disampaikan di pelatihan-pelatihan managerial, namun lebih kepada praktek, latihan, interaksi dan pelatihan anggota tarbiyah oleh mas’ul.
Adab-adab Islam, akhlak dan batasan-batasannya dalam hubungan dan interaksi langsung yang terjalin antara anggota tarbiyah dengan batasan-batasan kerja itu sendiri, merupakan asas tarbiyah dan mahhaj praktis yang akan mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Struktur kepengurusan di dalam jamaah pada dasarnya merupakan sebuah fase tarbiyah dimana ada saling keterkaitan dan kesatuan dalam menjalankan tanggungjawab, dan bukan struktur kelompok yang hanya melakukan kerja-kerja nisbi yang terpisah di beberapa sekat yang berbeda-beda. Struktur-struktur itu misalnya, serikat para pekerja, petani, kalangan profesional, pedagang, pegawai, ulama, atau persatuan para guru, pelajar dan kaum wanita. Dengan pelbagai jenjang tanggungjawab yang ada di internal struktur kepengurusan tersebut, justru mereka berada dalam satu barisan yang saling bertautan erat yang membentuk kesamaan tanggungjawab, baik melalui pemilihan atau penetapan dari anggota tanpa melihat sekat-sekat bidang di tempat mereka bekerja, lalu mereka menyelesaikan tugas dan kepentingan mereka secara kolektif.
Tidak mengapa jika struktur kepengurusan tersebut berupa kepanitiaan atau tim-tim khusus yang bekerja dan bergerak di masing-masing bidang dan divisi tertentu.
Terkadang, beberapa peristiwa menimbulkan gerakan tertentu terhadap jamaah, sementara ia belum memiliki kesiapan yang sempurna dengan kemampuan dan ketersediaan tenaga-tenaga ahli, baik kuantitas maupun kualitas yang mumpuni. Dalam kondisi seperti ini, dakwah tentu tidak bisa berdiri mematung hingga sempurna seluruh potensi dan kemampuan yang ada. Namun selayaknya pada waktu itu, ia berusaha menggali dan memusatkan perhatian untuk menyiapkan pembinaan-pembinaan tarbawi dan keahlian untuk para tokoh di dalam jamaah, dan hendaknya aktivitas dan peristiwa yang terjadi tidak menggangu proses pembinaan tarbawi dan pembinaan terhadap aset dan tokoh-tokoh jamaah. Hendaknya juga dilakukan upaya keras untuk mengobati titik-titik cela dan kelemahan yang ada. Proses penyiapan kader-kader handal yang memiliki kemampuan paripurna dalam pelbagai sisi baik tarbawi maupun keahlian tertentu merupakan proyek besar yang membutuhkan waktu yang relatif panjang.
Sesungguhnya pertolongan Allah akan datang setelah dikerahkannya seluruh kemampuan manusia secara optimal, dan menyandarkan seluruh urusan dan bertawakkal kepada-Nya.
Sesungguhnya kader-kader dakwah yang menonjol, tokoh-tokoh, dan kader-kader yang menjadi figur-figur politik dan sosial, sangat membutuhkan perhatian tarbawi dan evaluasi yang cermat dan terus-menerus, karena karakter gerakan dan aktivitas mereka, serta kantor-kantor tempat mereka bekerja akan menguras banyak waktu yang mereka miliki, dan hal itu sudah barang tentu memberikan dampak terhadap kondisi ruhi dan tarbiyah mereka.
Sebagaimana sorotan publik, pers, kemilau kedudukan, dan gema suara mikropon terkadang memberikan implikasi yang cukup besar terhadap jiwa dan memberikan pengaruh yang negatif, yang kemudian menyebabkan terjadinya fitnah dan penyimpangan, baik pikiran, kedisiplinan, loyalitas, ketaatan dan ruh militansi. Yang kemudian menyebabkan timbulnya sifat liar, takjub dengan pendapat sendiri, dan hanya loyal untuk kepentingan diri dan kemaslahatannya sendiri. Hal ini bahkan sampai pada penolakan terhadap taujih (seruan atau himbauan jamaah) dan pelanggaran terhadap rukun-rukun bai’at, baik sebagian maupun seluruhnya.
Untuk itu, kami menegaskan tentang pentingnya persiapan tarbiyah yang baik dan berkualitas terhadap figur-figur kader yang menonjol dan tokoh-tokoh dakwah yang beraktivitas sebelum diterjunkan ke pelbagai lapangan, memberikan imunitas kepada mereka dari fitnah dan penyimpangan, serta melanjutkan pembinaan tarbawi secara terus menerus dan berkesinambungan, dan senantiasa menerapkan budaya musarahah (berterus terang) dan taujih-taujih tarbawi, serta memberikan perhatian yang besar terhadap bentuk-bentuk penyimpangan sejak mula, walaupun sesuatu yang kecil dan sederhana, dan hendaknya jamaah selalu tegas dan disiplin dalam menerapkan hal ini.

Dikutib Dari: www.al-ikhwan.net

No comments:

Post a Comment