Thursday, August 26, 2010

Syair Para Pujangga

Seruling Fajar merekah..
Selimut langit berganti..
Membumbung kepulan awan-awan..
Menyerbakkan nafas baru..
Kelam terbenam telah hembusan sinar surya..
Berlayar kembali,
Kemudian engkau meniupkan Seruling fajar,
yang biasa melembutkan ritual pagi..
Engkau menitikkan embun nada-nada..
Nada yang biasa meyebarkan ritme perupa..
Tatkala engkau bertanya dalam nada,
Sampai kapan seruling fajar ‘kan terbiasa,..??

Semoga sayap patahku,
Cukup menghangatkan pangeran hati..
Yang melambungkan bahagiaku,
Meneduhkan di saat diri telah merapuh..
Kini kumengerti arti penantian..
Memahami makna gelombang sebelum daratan..
Saat ksatria kejora memanah mendung di angkasa..
Derai tawaku menjadi bintang di langit terang..
Binar mataku cahaya di jiwanya…

Janganlah kamu tertarik kepada paras..
Karna ke’elokan paras dapat hilang..
dan
Janganlah kamu tertarik kepada kekayaan..
Karna kekayaan dapat musnah..
Tertariklah pada orang yang dapat membuat kamu tersenyum..
Karna hanya senyumlah yang dapat membuat,
Hari-hari gelap menjadi cerah kembali..

Masih pantaskah’..
Bila saatnya tirani bertahta..
Dan nyawa pun menjadi tak berharga..
Mengapa nurani sudah tak lagi Membatasi diri …
Seolah mati…
Haruskah kita s’lalu menangisi..
Dunia yang dihuni khalifah keji..
Seperti mereka yang tertawa..
Dan merasa dirinya penguasa..
Semua hanya ambisi…
Mungkinkah keadilan tersembunyi..
Sanggup membungkam raga sang penyiksa..
Yang dipengaruhi khayalan,
dan
Nafsu liar mereka ’tuk s’lamanya..

Demi waktu yang berputar….
Ku berdiri ditepi malam…
Menunggu sejuknya belaian embun…
Mengharap seuntai senyum sang pagi…
Demi detik yang berdetak…
Ku sampaikan tanya…
Pada sang waktu…
Kapan saatnya tiba…?

No comments:

Post a Comment